Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc
  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Uler jedung: enaknya melebihi hamburger

ulet jedung dan kepompongnya
Gunungkidul memang terkenal dengan ulernya. Uler, ulat. Bukan ular. Macam-macam uler yang muncul berdasar musim, menjadi lauk gurih nan ngangeni

Setelah sebelumnya uler jati, kini, sekarang saat artikel ini ditulis, sedang in alias ngehit uler jedung. Uler jenis ini hidup di daun mahoni. Warnanya hijau, sama seperti warna daun mahoni. Bentuknya besar, sebesar ibu jari orang dewasa. Memiliki semacam antena di sekujur tubuhnya. Jika di pegang, empuk ginuk-ginukTerbayang, di dalamnya ndaging dan bergizi kaya protein.  #ger

Ketika kecil, Saya hobi ngingu (menernak) uler ini. Caranya sederhana. Cukup dengan perjanjian dengan teman-teman ketika menemukan uler jedung, tidak tertulis. "Ini nggonaku", selesai. Setelah itu, dibiarkan saja sampai ngungkrung.

Mencari uler  bisa berkeliling kampung seharian. Kepala mendongak ke atas, mata mendelik ke daun mahoni. Karena warna uler dan daunnya sama, butuh pandangan mata kualitas prima. Kami harus bersyukur, karena inilah, mata kami terlatih. 

Kepompong yang masih ada dalam rumahnya
Kalau misal menemukannya jauh dari rumah, makan uler ini diboyong pulang. Di tempatkan di pohon mahoni dekat rumah. Tentu saja agar mudah pengawasannya. Kalau ditemukan sudah sudah tua, muara akhirnya ke wajan. Digoreng. Ya, digoreng untuk lauk. Atau dengan bersabar sedikit bisa dapat ungkrungnya. Ungkrung lebih lezat dari yang masih berbentuk uler. Ungkrung uler jedung bersembunyi dalam bungkusan yang dibuat dengan air liurnya. Rumah ini sangat kuat. Tidak bisa begitu saja disobek. Si kepompong akan tidur di dalamnya. (Purwoko)


menyusuri sawah

Perjuangan mencari uler jedung



dipilihi


rumah yang sudah robek


ke wajan juga akhirnya

Sumber foto: WAG Ngliparkidul dan Dinmas Peghoek
Share:

Wayahe mbakar karo nggodog jagung

Jagunge gembodog
Ini musim hujan.  Hujan sudah berlangsung beberapa kali, dan semoga tidak ada hujan besar seperti tahun lalu yang membawa bajir terbesar di Gunungkidul. Tanaman palawija sudah mulai menunjukkan pertumbuhannya. Bahkan ada yang sudah memperlihatkan buahnya. Memang belum panen, namun lihatlah apa yang ada di sawah ladang. Jagung misalnya.

Di Ngliparkidul, warga sudah bisa mulai menikmati tanaman jagungnya. Buahnya, yang belum tua, masih setengah tua, justru menjadi favorit. Sedang gemarit, katanya. Entah apa artinya gemarit. Mungkin “sedang bagus-bagusnya dirit”. Rit, ngarit, atau mencari pakan untuk ternak. Pada masa ini pohon jagung dalam keadaan empuk jika dijadikan pakan sapi. 

Sementara buah jagungnya sedang pas-pasnya untuk dibakar atau direbus. Lebij joss lagi, mbakar jagung tepat ketika hujan deras, di depan pawon yang berbahan bakar kayu. Api yang sedang dipakai untuk masak, akan menghangatkan badan dari dinginnya hujan. Jagung bakar akan menjadi pelengkapnya. 

Mbakar jagung juga biasa dilakukan di malam hari, ketika ronda atau jagongan bareng tetangga. Membuat perapian kecil di depan rumah, berbahan bakar ranting kayu. Hangatnya api, akan mengusir dingin. Jagung bakar akan mengusir lapan. Dan jagongan ngalor ngidul akan mengusir kepenatan setelah seharian tilik sawah.

parine wis meh mrekatak
Biasanya, ditemani oleh teh panas, yang dituang dari teko porselen putih, polos tanpa hiasan. Teko peninggalan mbah buyut, yang entah kapan dan siapa yang membeli. Teko yang masih awet hingga sekarang, sampai keanak cucu, bahkan ke buyut atau canggahnya. Teko yang rusaknya hanya jika terjatuh dan pecah.


**** 
Makan jagung bakar, harus digigit langsung. Hitam karena gosong, atau arang yang masih menempel justru menambah nikmatnya jagung bakar. Masih ingat kopi joss yang ditambahi arang? seperti itulah analoginya. 

Tidak jarang, bahkan sering atau wajib, akan tampak noda hitam di bibir atau mulut. Ya, itu karena gosong atau areng yang masih menempel di jagung.

Ger..

*******

Selain dibakar, jagung muda juga pas jika direbus. Tentu saja, direbus dengan perapian kayu, atau rencek hasil buruan di kebonan. 

Jagung godog, isih kemebul
Merebus jagung ada dua cara. Pertama tanpa dikupas. Cara ini membutuhkan waktu lebih lama. Dan tentu saja bahan bakar perapian juga kudu cukup. Kedua dengan cara dikupas lebih dahulu. Cara kedua ini biasanya untuk jagung yang sudah agak tua. Merebusnya harus semalaman suntuk. Setiap jam harus dicek apinya, jangan sampai mati.

Jika sudah empuk, apinya bisa dikurangi, cukup dengan kayu yang merah menganga saja.


Sumber gambar: wa grup Ngliparkidul

Share:

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts