Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc

Warung Mbah Wasri: legendaris, tumpuan kebutuhan warga, dan mendidik pentingnya usaha.

ditulis oleh Purwoko

Bukankah tetangga adalah orang pertama yang peduli ketika kita membutuhkan/kesusahan?. Maka, menghidupi warung tetangga adalah sebuah keutamaan.

warung Mbah Wasri
Ngliparkidul -- Warung, mendengar kata ini, yang terbayang adalah es, chiki, pilus, permen karet. Kadang kala pisang goreng.

Itulah masa dulu, yang dialami anak-anak Ngliparkidul. Adalah warung Mbah Wasri, yang menjadi favorit kami. Selain untuk kami, anak-anak di waktu itu,  warung Mbak Wasri juga menjadi tumpuan para orang tua untuk mendapatkan kebutuhan dapurnya.

Mulai dari beras, brambang, garam, mrico dan lainnya. Atau, yang tidak pegang uang, cukup membawa sebongkok kayu bakar yang banyak dimiliki oleh penduduk, untuk ditukar dengan kebutuhan dapur. Kami, anak-anak kecil waktu itu, dididik oleh keadaan untuk membantu mencari kayu bakar dan kemudian dibawa ke warung Mbah Wasri ini. Mbah Wasri, akan dengan sabar melayani. Atau, kedelai, jagung, gaplek pun juga bisa ditukar dengan uang untuk kebutuhan sehari-hari.

Tidak dapat dipungkiri, warung ini juga melayani warga yang kebetulan tidak pegang uang, namun membutuhkan bahan pokok tertentu.

gardu kuno di berhadapan dengan warung
Ya, itulah mbah Wasri, yang mengelola warung sejak kami, ketika masih anak-anak, diberi uang jajan dalam bentuk sen. Mbah Wasri pernah menerimanya untuk transaksi. Hal ini tidaklah mengherankan, karena warung itu sudah ada sejak lama. Bahkan sepantaran saya sudah tidak ingat mulai kapan Mbah Wasri berjualan.

Konon kabarnya, Mbah Wasri berjualan di warung itu sejak anak pertamanya lahir. Sebelumnya jualan di pasar kecamatan.

Betapa riuhnya anak-anak, yang pulang dari TK, atau SD/SMP mampir untuk membeli jajan sebagai pengganjal perut. Warung itu memang strategis, dekat dengan sekolah TK, serta dilewati pelajar yang berangkat dan pulang sekolah. Gardu yang ada didekat warung juga menjadikan warung semakin ramai.

Gardu itupun tidak kalah tua. Semua terbuat dari kayu, dan telah berdiri lebih dari 30 tahun. Menjadi saksi kami, anak-anak bermain dan memanfaatkan warung Mbah Wasri waktu itu.

Namun, sejak beberapa waktu lalu, setelah lebih dari 30 tahun mengelola warung, akhirnya Mbah Wasri berhenti berjualan. Sepertinya usialah yang menjadi jawabannya. Mbah Wasri memang sudah tidak semuda dulu, kekuatannya untuk menganggat karung berisi gaplek, kedelai, jagung, sudah berkurang. Sehingga warung itu dihentikan.

Namun, warung itu menjadi saksi. Saksi untuk mendidikan warga sekitar tentang arti sebuah usaha, saling membantu sesama. Terbukti, kini, warung-warung baru telah berdiri, dikelola oleh tangan-tangan muda yang belajar dari usaha Mbah Wasri. Di sepanjang jalan ke selatan dari warung Mbah Wasri, atau di bagian utara.

Warung-warung yang baru ini, adalah warung tetangga, harus dihidupi oleh tetangganya pula. 

Membeli kebutuhan sehari-hari di warung tetangga menjadi hal yang harus diutamakan dalam kehidupan di masyarakat dusun. Dengan demikian, tetangga menjadi penopang keberlangsungan warung, dan tetangga dapat memperoleh kebutuhannya lebih dekat. Perputaran uang ada di tetangga sendiri, yang selalu siap membantu kita ketika kita membutuhkan.

Di masa tuanya, Mbah Wasri bisa tersenyum bahagia. Apa yang dirintisnya, apa yang dicontohkannya, dapat bermanfaat, dan diteruskan oleh generasi muda Ngliparkidul. Semoga, kita bisa menjaga dan menghidupi warung-warung tetangga tersebut.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts