Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc
  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Nanggap seni wayang kulit: wujud penghargaan pada seni adiluhung warisan leluhur

oleh: Purwoko
Semoga damai dan tenteram, menyelimuti Karang Kadempel
NGLIPARKIDUL - Kamis sore (27/7), selepas Isya’, dengan beberapa pertimbangan, saya memantapkan diri untuk pulang ke Ngliparkidul. Sore itu, sesuai kabar di whatsapp grup ndeso saya, ada pertunjukan wayang kulit, dalam rangka peresmian renovasi balai dusun. Kabarnya, dihadiri atau diresmikan langsung oleh Bupati Gunungkidul, Bu Badingah.

Sampai di kecamatan Nglipar, sekitar pukul 9 malam. Mampir sejenak beli roti bakar, sambil melihat suasana malam di ibu kota kecamatan. Pusat kecamatan, namun konon kabarnya sepi saat malam hari. Setelah mengikuti jalan yang membelah kuburan Nglipar, sampailah saya di balai dusun, melewati sisi utara. Tidak menyangka, ternyata kerumunan orang telah memenuhi jalan, kendaraan pun juga parkir di kiri kanan jalan. Karena rumah asli saya ada di sisi selatan balai, maka saya balik kanan, dan menuju balai lewat sisi selatan. Keadaannya pun sama, ramai manusia. Setelah parkir, saya mendekat ke balai.

Kiri-kanan jalan tampak pedagang menggelar dagangannya, seperti halnya keramaian dusun lainnya, rasulan, atau orang yang punya gawe kemudian nanggap kesenian.

Tampak, Bu Badingah sedang memberikan sambutannya. Apresiasi, harapan, disampaikan pada warga, baik terkait balai dusun, posyandu, maupun kegiatan kemasyarakatan lainnya. Warga antusias mendengarkan. Mereka duduk di kursi yang telah disediakan, serta duduk di jalan depan balai, ada pula yang berdiri sambil jagongan dengan kiri-kanannya. Setelah sambutan, prosesi pemotongan pita, tumpeng, kemudian dilanjutkan pertunjukkan wayang kulit oleh dalang Ki Cermo Hadi Sutrisno dari Karang Poh, dengan lakon Wahyu Katentreman.


####

Ini adalah kali pertama saya nonton wayang semalam suntuk, dengan niat kuat ingin mengikuti cerita wayang. Menonton serial Mahabarata, membuat saya sedikit tahu bahwa cerita wayang memang mengandung makna pelajaran hidup. Namun, kurangnya pengetahuan saya tentang wajah setiap tokoh wayang, menjadikan saya kesulitan mengikuti jalannya cerita. Cerita wayang juga saya peroleh dari cerita kakek saya, tentang Wisanggeni. Karena sewaktu kecil saya pernah terbakar, maka kakek saya nanggap wayang dengan lakon Wisanggeni ketika saya dikhitan. Meski, cerita Wisanggeni pun tidak sepenuhnya saya tahu.

Cerita malam itu, seputar Kyai Semar yang hendak diperebutkan Pandawa dan Korawa. Semar hanya mau ikut pada pihak yang memiliki wahyu katentreman. Sangkuni (Sengkuni), berniat menangkap paksa Kyai Semar dan dibawa ke Astina. Tentunya, adegan Sengkuni ini, khas dan dibumbui dengan dialek lucu Sengkuni yang bisa memancing tawa penonton. Kalau anda melihat film Mahabarata, pasti kesal dengan sikap dan tata bicara Sengkuni, namun akan beda dengan cerita wayang Jawa. Anda akan tertawa terpingkal melihat adegan seputar Sangkuni.

Sebagaimana pertunjukkan wayang gagrak baru, terdapat sesi Limbukan. Limbukan, yang diselingi Campursari yang dimulai sekitar pukul 11 malam sampai 12.30-an itu, membuat semua penonton merengsek ke depan. Demikian pula Goro-goro, yang biasanya dimulai pukul 1 atau dua pagi, yang berisi dialog ponokawan yang kadang konyol, namun juga memuat falsafah hidup dari Kyai Semar.


Alunan musik Jawa, disertai syair Sinom Parijoto, dan semacamnya, terasa membawa kedamaian. Bagi yang memiliki minat budaya, musik dan syairnya, jauh di atas musik lainnya.

Sangkuni bersembunyi agar tidak terlihat Semar, dengan harapan akan mudah menangkap Semar dan membawa ke Astina. Sampai akhirnya, ternyata dengan berbagai perjuangan, wahyu katentreman justru berhasil diperoleh Pandawa, tanpa Sangkuni mengetahui karena dia masih bersembunyi. Ketika orang Astina memberi kabar kepada Sangkuni, barulah dia kaget.

“Njuk kapan Astina saged menang saking Pandowo?” begitu kata Sangkuni menahan kecewa. Dia pun akhirnya lari ke Astina, ketakutan dikejar ksatria Pandawa.


Semar, dan ksatria Pandawa berkumpul di Karang Kadempel. Semar memberi wejangan, dengan harapan semoga Karang Kadempel dapat menjadi daerah yang tenteram, aman, dan penuh keberkahan.

Dalang menutup pertunjukan, dengan memainkan sepasang wayang golek untuk beberapa saat. Sampai akhirnya, selesai dan alat tabuhan di gletekke para wiyogo. Spontan, saya bertepuk tangan, diikuti beberapa orang penonton yang masih bertahan hingga dini hari itu. Memberi penghargaan pada Ki Dalang, yang saya rasa harus dilakukan. Semua alat tabuhan diletakkan, wiyogo meninggalkan arena pertunjukkan. Dalang berdiri dan berjalan ke luar arena pertunjukkan.




Saya menghampiri Ki Dalang yang sedang bersalaman dengan Pak Dukuh dan panitia. Saya minta foto bersama.



####

Malam itu, saya benar-benar merasakan kegembiraan. Orang boleh menyebutnya nostalgia, karena
memang salah satu yang saya anggap sangat berharga adalah ketemu orang tua, saling menyapa, satu kerumunan, bersama-sama menikmati hiburan ala desa, merasakan sesuatu yang sangat lama tidak saya rasakan. Asap rokok bermerek, ataupun rokok lintingan yang membumbung di udara, tidak jadi soal. Dimaklumi dalam pertunjukan wayang seperti ini. Memang, akhirnya hanya tersisa beberapa penonton saja sampai detik akhir pertunjukkan. Salah satunya Pak Dukuh yang tetap setia menemani warganya.


Pak Dukuh, bahkan dengan ramahnya meminta saya ke dapur, diajak membuat minuman atau sekedar makan lemper yang masih tersisa. Tawaran makan besar juga disampaikannya. “Mas Koko di ajak mangan kono”, begitu katanya pada saya dan Kang Giyono, yang sebelumnya bersama saya menikmati wayang di kursi yang mulai ditinggalkan penonton. Karena sudah kenyang, setelah sebelumnya nongseng bareng Lek Wasiran, terpaksa saya tolak tawaran tersebut. Di dapur, saya membuat kopi, dan makan 3 buah lemper. Saya lihat, Pak Dukuh dengan tanpa gengsi membuat minumannya sendiri. Air hangat dengan gula batu dan beberapa buah jeruk nipis. Agaknya untuk sekedar obat rasa capek yang jelas tergambar di wajahnya, serta mengembalikan suaranya yang agak parau.

“Pak Dukuh kui kok ora ono sing ngladeni?”, komentar seorang kawan di WAG. Tapi begitulah Pak Dukuh, yang membuat minumannya sendiri. Pak Dukuh yang egaliter dan melayani. Semoga..

Di dapur itu pula, saya berbincang dengan Pak Tukino, yang tinggal di timur balai, tentang pembangunan Balai Dusun. Balai dusun ini adalah balai dusun pertama di kelurahan Nglipar. Informasi ini menguatkan informasi yang sebelumnya saya peroleh dari Pak Sukiyo lewat Gunawan, anaknya. Pembangunan dilakukan pada masa Dukuh Merto. Beberapa tokoh yang waktu itu menjadi garda depan pembangunan adalah Pak Harto, Pak Mardi (alm).

“Saiki lak gari nglestarekke” (sekarang kan tinggal merawat saja), demikian katanya.

Semoga, dengan acara malam itu, dengan doa-doa dari Kyai Semar, agar Karang Kadempel menjadi daerah yang tenteram, damai, aman, sejahtera menjadi terwujud pula di Ngliparkidul.


####

Pak Dalang, setelah foto bersama itu, meminta saya menyimpan nomor handphonenya. “Saya menyadari cerita adiluhungnya wayang, setelah usia 30 ke atas ini, Pak” merupakan kalimat yang sempat terlontar dari mulut saya kepada Pak Dalang. Mungkin dia kaget, kok ada pemuda yang begitu terus terang kepadanya terkait pewayangan.

Keputusan mengundang wayang kulit, bagi saya sangatlah luar biasa. Di saat tren syukuran dengan mengundang kesenian yang tidak layak tonton warga, tidak layak tonton bagi anak-anak, namun Ngliparkidul, pada peresmian balai dusun ini tetap mengundang wayang. Penonton yang tidak bertahan sampai akhir cerita, bisa dicarikan solusinya.

Keputusan mengundang wayang kulit, adalah keputusan yang meneguhkan bahwa syukuran balai dusun ini adalah syukuran seluruh warga dusun, tidak berbatas usia. Sehingga hiburan yang dihadirkan juga harus lintas usia. Menghargai seni leluhur, yang harus dilakukan oleh generasi penerus.


Salut dan hormat saya untuk semua panitia.

Sebentar saya membantu panitia merapikan kursi, kemudian pamit, karena adzan Subuh sudah berkumandang. Setelah menunaikan ibadah Subuh di masjid Nurul Iman, saya kembali ke Kalasan, Jogja. Tiada rasa kantuk selama perjalanan, mungkin ini efek dari doa Kyai Semar pada Karang Kadempel.



Hari terakhir bulan juli duaribu tujubelas
enam, sembilan menit, pagi hari

Share:

Bu Bupati: untuk kepentingan anak-anak kita

Beruntung sekali, pada hari Kamis (27/7) pada peresmian Balai Dusun Ngliparkidul, Bupati Gunungkidul, Badingah, S.Sos. berkenan datang dan meresmikan. Untuk ukuran dusun, ini benar-benar sebuah penghargaan.

Badingah, yang datang bersama rombongan dipersilakan memberikan sambutan terkait peresmian ini. Beliau menyampaikan bangga, seukuran dusun dapat membangun balai yang begitu megah. Terlebih lagi dilengkapi dengan sarana posyandu.

Keduanya harus dijaga. Jika ada kerusakan kecil, jangan tunggu lama, tidak usah menunggu rembug dusun, langsung saja bergotong royong diperbaiki. Posyandu, juga harus dioptimalkan untuk kepentingan ibu-ibu dan anak-anak generasi penerus.

Badingah juga menyampaikan salut, kepada promotor renovasi balai, yaitu Bapak Podho Miyanto. Pak Podho, demikian beliau sering dipanggil, dijelaskan oleh Bu Badingah sebagai seorang saudagar di Malioboro. Teriring doa, semoga dengan adanya donasi ini, usaha Pak Podho juga semakin meningkat, serta mendorong pihak lain turut pula bergotong royong urunan untuk perkembangan dusun. Namun, hal ini dengan tidak mengesampingkan pula, bahwa banyak pihak lain dari warga dusun yang turut urunan untuk pembangunan balai dusun.

Warga, yang begitu rukun mulai dari ikut urun biaya pembangunan, melakukan pekerjaan fisik pembongkaran sampai selesainya renovasi balai, bersama-sama kerjabhakti, merupakan aspek kontribusi yang tidak bisa dianggap sepele.

Kekuatan dusun, ada pada guyubnya warga. 

Kemudian, Bupati melanjutkan dengan prosesi peresmian balai, pemotongan tumpeng dan penyerahan wayang kepada dalang. Dalang pada pergelaran wayang ini adalah Ki Cermo Hadi Sutrisno, dari Karang Poh. Lakon yang dibawakan adalah Wahyu Katentreman. Informasi seputar pementasan wayang akan tulis terpisah.

Pada acara ini, dilaporkan pula perkembangan perbaikan balai oleh ketua panitia.

Sumber foto: Sumijo (panitia)

Share:

Janu Triyawan: fotografer Ngliparkidul yang iseng mencoba lensa jadul


Janu, begitu dia sering dipanggil, nama lengkapnya Janu Triyawan, merupakan warga Ngliparkidul yang hobi fotografi. Beberapa foto yang diposting di http://ngliparkidul.blogspot.co.id/2017/07/foto-eksotik-tentang-ngliparkidul-dan.html, adalah karyanya. Janu belum pernah ikut kursus atau pendidikan fotografi, namun ketekunannya belajar, menjadikan dia memiliki kemampuan foto sepersi saat ini. Dia adalah fotografer otodidak.

Nah, kali ini dia sedang iseng nyobain lensa saya yg udah jadul dan jamuran, apakah hasilnya masih bagus atau jamur pada lensa sudah menurunkan kualitas gambar yang dihasilkan. Hasilnya silakan lihat pada gambar di bawah ini.




Yang ingin diskusi tentang fotografi, silakan kontak di  janutriyawan93[at]gmail.com. Beberapa karyanya dapat dilihat di http://ngliparkidul.blogspot.co.id/2017/07/foto-eksotik-tentang-ngliparkidul-dan.html, laman FBnya, atau di instagramnya, https://www.instagram.com/janu_triyawan/.

Share:

Warung Mbah Wasri: legendaris, tumpuan kebutuhan warga, dan mendidik pentingnya usaha.

ditulis oleh Purwoko

Bukankah tetangga adalah orang pertama yang peduli ketika kita membutuhkan/kesusahan?. Maka, menghidupi warung tetangga adalah sebuah keutamaan.

warung Mbah Wasri
Ngliparkidul -- Warung, mendengar kata ini, yang terbayang adalah es, chiki, pilus, permen karet. Kadang kala pisang goreng.

Itulah masa dulu, yang dialami anak-anak Ngliparkidul. Adalah warung Mbah Wasri, yang menjadi favorit kami. Selain untuk kami, anak-anak di waktu itu,  warung Mbak Wasri juga menjadi tumpuan para orang tua untuk mendapatkan kebutuhan dapurnya.

Mulai dari beras, brambang, garam, mrico dan lainnya. Atau, yang tidak pegang uang, cukup membawa sebongkok kayu bakar yang banyak dimiliki oleh penduduk, untuk ditukar dengan kebutuhan dapur. Kami, anak-anak kecil waktu itu, dididik oleh keadaan untuk membantu mencari kayu bakar dan kemudian dibawa ke warung Mbah Wasri ini. Mbah Wasri, akan dengan sabar melayani. Atau, kedelai, jagung, gaplek pun juga bisa ditukar dengan uang untuk kebutuhan sehari-hari.

Tidak dapat dipungkiri, warung ini juga melayani warga yang kebetulan tidak pegang uang, namun membutuhkan bahan pokok tertentu.

gardu kuno di berhadapan dengan warung
Ya, itulah mbah Wasri, yang mengelola warung sejak kami, ketika masih anak-anak, diberi uang jajan dalam bentuk sen. Mbah Wasri pernah menerimanya untuk transaksi. Hal ini tidaklah mengherankan, karena warung itu sudah ada sejak lama. Bahkan sepantaran saya sudah tidak ingat mulai kapan Mbah Wasri berjualan.

Konon kabarnya, Mbah Wasri berjualan di warung itu sejak anak pertamanya lahir. Sebelumnya jualan di pasar kecamatan.

Betapa riuhnya anak-anak, yang pulang dari TK, atau SD/SMP mampir untuk membeli jajan sebagai pengganjal perut. Warung itu memang strategis, dekat dengan sekolah TK, serta dilewati pelajar yang berangkat dan pulang sekolah. Gardu yang ada didekat warung juga menjadikan warung semakin ramai.

Gardu itupun tidak kalah tua. Semua terbuat dari kayu, dan telah berdiri lebih dari 30 tahun. Menjadi saksi kami, anak-anak bermain dan memanfaatkan warung Mbah Wasri waktu itu.

Namun, sejak beberapa waktu lalu, setelah lebih dari 30 tahun mengelola warung, akhirnya Mbah Wasri berhenti berjualan. Sepertinya usialah yang menjadi jawabannya. Mbah Wasri memang sudah tidak semuda dulu, kekuatannya untuk menganggat karung berisi gaplek, kedelai, jagung, sudah berkurang. Sehingga warung itu dihentikan.

Namun, warung itu menjadi saksi. Saksi untuk mendidikan warga sekitar tentang arti sebuah usaha, saling membantu sesama. Terbukti, kini, warung-warung baru telah berdiri, dikelola oleh tangan-tangan muda yang belajar dari usaha Mbah Wasri. Di sepanjang jalan ke selatan dari warung Mbah Wasri, atau di bagian utara.

Warung-warung yang baru ini, adalah warung tetangga, harus dihidupi oleh tetangganya pula. 

Membeli kebutuhan sehari-hari di warung tetangga menjadi hal yang harus diutamakan dalam kehidupan di masyarakat dusun. Dengan demikian, tetangga menjadi penopang keberlangsungan warung, dan tetangga dapat memperoleh kebutuhannya lebih dekat. Perputaran uang ada di tetangga sendiri, yang selalu siap membantu kita ketika kita membutuhkan.

Di masa tuanya, Mbah Wasri bisa tersenyum bahagia. Apa yang dirintisnya, apa yang dicontohkannya, dapat bermanfaat, dan diteruskan oleh generasi muda Ngliparkidul. Semoga, kita bisa menjaga dan menghidupi warung-warung tetangga tersebut.
Share:

Beberapa sumber air di Ngliparkidul #1

Sebagai sebuah dusun, Ngliparkidul memiliki beberapa sumber air yang digunakan oleh penduduknya sebagai tumpuan kebutuhan minum, mandi, mencuci dan semacamnya. Berikut beberapa sungai (dalam bahasa jawa disebut “kali”) tersebut.

Kali Banger
kali banger
Kali ini terletak di sisi timur dusun Ngliparkidul, hampir berbatasan dengan sisi barat dusun Sumberjo. Kali Banger memiliki beberapa titik yang menjadi pusat sumber air atau digunakan untuk berkumpulnya warga. Tidak diketahui sejak kapan sungai ini digunakan sebagai tumpuan kebutuhan warga terhadap air.

Kali Banger dibagi dua, sepanjang badan sungai, dan sumber air sisi barat sungai. Pada sisi badan sungai, terdapat 4 titik kumpul warga dalam menggunakan air. Pertama, titik paling bawah, dipakai untuk mencuci pakaian dan juga mandi. Sayang bagian ini menjadi kurang terawat setelah persis di atasnya dibangun bendungan jembatan, yang mengakibatkan tumbuh lumut. Kedua, titik yang berada di atas titik pertama, tempat paling legendaris. Terdapat dua lubang pada batu kali, yang digunakan untuk nando air mandi.

Jadi begini. Ketika musim kemarau, titik inilah yang masih bertahan mengeluarkan air. Orang mengambil air dengan batok kelapa, sedikit demi sedikit dan hati-hati agar tidak keruh. Nah, jika lobang pada batu masih kosong, maka orang akan mengisi, dan ditutupi daun jati atau pisang. Jika sudah demikian, maka tidak ada orang yang berani memakai air tersebut. Sayangnya, kedua lobang tersebut saat ini telah ditutup. Banyak sekali orang yang berkumpul di titik ini ketika kemarau untuk antri air. Pada proses antri inilah, orang saling bercerita pengalaman mereka hari tersebut, tentang ternak, pertanian, dan apa saja. Anak-anak dan remaja, di sore hari musim kemarau sering bermain sepak bola di tegalan kering. Setelah itu, mereka berhamburan antri air di tempat ini pula untuk mandi.

Jika musim hujan, titik ini juga digunakan untuk mandi dan mencuci.

Titik ketiga dari Kali Banger adalah sebelah barat titik kedua, yang telah dirapikan dengan tembok bata, dilengkapi dua kamar mandi terbuka. Sayang sekali, sekarang tidak terawat karena hampir tidak ada yang menggunakan. Beberapa orang yang pulang dari hutan memilih mandi disungai terbuka dari pada ambil air di titik ini. Titik ini juga menjadi cebakan air dimusim kemarau. Jadi selain antri air di titik kedua, juga di titik ketiga ini. Di titik ketiga ini, pada musim kemarau sudah ramai sejak sebelum subuh. Karena air berkumpul semalaman, maka jadi mudah dalam mengambilnya. Namun, harus mruput di pagi buta.

Titik keempat, adalah di bawah jembatan. Tempat ini cukup menjadi favorit ketika musim hujan, bagi anak-anak yang akan berangkat sekolah. Air segar dan bersih mengalir dari sumber di bawah jembatan ini, digunakan untuk mandi pagi menjelang berangkat sekolah.

Titik kelima, di atas titik keempat, juga digunakan untuk mandi dan juga mencuci pakaian.

Kali cabe
Cabe, bukanlah cabe dalam arti buah cabai yang pedas itu, namun merujuk ke cabe untuk jamu. Cabe, bukan cabai. Ada dua titik kumpul di sungai ini, sisi badan sungai dan sisi sumur. Keduanya tetap disebut kali cabe.

Pada sisi sungai, digunakan untuk mandi, mencuci dan kadang jeguran bagi anak-anak. Menurut penuturan Lek Tris yang rumahnya di sebelah barat sungai, sampai sekarang, anak-anak masih suka jeguran di sungai ini. Jegur= njegur= masuk ke air, untuk melalukan prosesi mandi dengan bergembira, dan bersama-sama. Jeguran sendirian, terasa kurang mengasyikkan. Sementara pada sisi sumur, terdapat satu kolah (bak air). Sumur ini merupakan sumur kuno, yang kemudian diperdalam, ditambahi bak, dibuat pembatas melingkar menggunakan bata, pada sekitar tahun 1982 dengan dana LKMD pada masa itu. Sumur terletak di samping dapuran pohon bambu ori, di samping beberapa pohon besar. Sumur ini terletak persis ditebing sungai. Konon ketika musim penghujan, air bersihnya juga mengucur melalui tebing sungai, dan bisa langsung digunakan untuk mandi.

Sumur ini, saat ini hanya memiliki satu pengguna tetap, yaitu Lek Wasiran yang rumahnya di sebelah barat daya sumur, itupun sudah menggunakan mesih penyedot air.



Share:

Tentang Kepala Dukuh, dan harapan warga

Ngliparkidul, merupakan dusun yang terletak di desa Nglipar, kecamatan Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta.  Lumayan sulit melacak jejak kepala  dusun (dukuh) di Ngliparkidul. Namun, sementara terlacak sebagaimana paparan berikut ini. 

Periode Mbah Mul. Beliau tinggal di ujung utara dusun Ngliparkidul, tepatnya di sebelah barat Sungai Nggelo, utara mushola (alm) Bapak Mardi. Pada periode ini, belum disebut dukuh, namun PRABOT. Sebutan dukuh dimulai pada periode berikutnya, Mbah Arjo Wiyono.

Periode Mbah Arjo Wiyono/Arjo Podo. Mbah Arjo tinggal di Kalipoh.

Mbah Merto sebagai Pejabat Dukuh. Mbah Merto, merupakan menantu Mbah Mul. Mbah Merto juga tinggal di rumah yang sama dengan Mbah Mul. Mbah Merto menjadi pejabat Dukuh karena sesuatu sebab.

Mbah Merto diangkat sebagai Dukuh (total menjabat selama 32 tahun, sumber: Yanthi (putu))
balai dusun,  https://www.instantstreetview.com
Setelah diamanahi menjadi pejabat Dukuh, akhirnya Mbah Merto diangkat menjadi Dukuh. Pada masa Mbah merto inilah, balai dusun Ngliparkidul di bangun. Mbah Merto merupakan inisiator pembangunan balai dusun tersebut. Balai dusun didirikan di atas tanah sumbangan warga (orang tua Bu Wiji, yang tinggal di seputaran utara Balai Dusun) dengan kesepakatan tertentu. Kayu untuk membangun diambilkan dari kayu kas, dan swadaya warga dusun.

Bapak Wasiyo (periode belum diketahui). Pak Wasiyo merupakan menantu Mbah Merto, dukuh periode sebelumnya. Karena masih menantu Mbah Merto, Pak Wasiyo juga tinggal di pekarangan yang sama dengan Mbak Merto.

Bapak Kukuh Hadi Supadmo (….. – 2016). Pak Kukuh tinggai di tepi jalan raya Nglipar-Wonosari, beberapa blok rumah di selatan Puskesmas Nglipar. Setelah Pak Kukuh memasuki masa pensiun, sempat terjadi kekosongan Dukuh dalam beberapa waktu. Hingga akhirnya, salah satu warga, Pak Sugito mencalonkan diri menjadi dukuh.


Kabarnya, pada saat pemilihan dukuh, pernah ada dua calon, yaitu Pak Tukino (timur Balai Dusun). Namun belum mendapatkan informasi, ini terjadi pada masa Pak Wasiyo atau Pak Kukuh.

Sugito (23 Juni 2016 – sekarang)

Bapak Dukuh Sugito
Saat ini, jabatan Dukuh diemban oleh Bapak Sugito. Sugito menjabat sejak 2016. Beliau merupakan putra asli Ngliparkidul, tinggal di RT…, tepat di sebelah barat Masjid Nurul Iman (lama). Beliau lahir dari keluarga saudagar.

Berbeda dengan periode sebelumnya, Bapak Sugito menjabat Dukuh melalui pendaftaran dan ujian seleksi administratif. Tentunya, dengan usia yang masih muda, warga punya banyak harapan padanya untuk memimpin kebersamaan warga dalam membangun Ngliparkidul.

“Warga Ngliparkidul tetap bersatu dan menjalin kerukunan bersama, agar tercipta masyarakat rukun, aman, tenteram. Sehingga di kemudian hari Ngliparkidul dapat maju dan berkembang pesat”, demikian harapan Pak Dukuh. “Saya meminta dukungan semua masyarakat, terutama pemuda dan pemudi, mari bersama memakmurkan Ngliparkidul”, lanjut Pak Dukuh Sugito.

Di sisi lain, warga juga memiliki harapan-harapan, atau komentar terkait dusun tercinta. Berikut beberapa petikan warga tersebut.

Janu Triawan:
“berharap sedikit demi sedikit warga memiliki kegiatan yang bermanfaat bagi dusun, dan bermanfaat bagi masyarakat dusun Ngliparkidul. Kegiatan yang memajukan perekonomian masyarakat Ngliparkidul”

Dwi Handoko:
“Ngliparkidul kini, ora koyo ngliparkidul pas awake dhewe. Lebaran jarang yang silaturahmi dari rumah ke rumah. Kui sing bedo banget”

Sefdwiyono:
“Harapane pemudane menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan koyo mbiyen, mas. Contone olahraga”

Purwoko:
Ngliparkidul adalah kedamaian dan ketentraman. Semoga warganya mampu menjaga kedamaian dan ketentraman yang mulai jarang ditemukan di kota besar”.



Sumber sejarah dukuh: Pak Sukiyo, masih diperlukan sumber lain untuk melengkapi atau mengoreksi tulisan di atas. Sumber didengar langsung oleh penulis, dan melalui perantara Gunawan (anak Pak Sukiyo). Koreksi dapat dikirimkan ke tamanjiwa[at]gmail.com.
Share:

Foto istimewa tentang Ngliparkidul dan orang-orangnya

Edisi #1, sumber foto dari Facebook Janu Triawan (Warga Ngliparkidul yang juga seorang fotografer)

"Dalan Anyar",  Suatu jalan ,untuk suatu tujuan.

"Karena Tegalan adalah Sebuah Harapan"
"Sang Penjual" (Mbokde Sirup) Berjualan jajanan pasar di Pasar Nglipar setiap pasaran hari Pon dan Legi dalam kalender pasaran jawa.  Minggu,15 November 2015.
"Tenang dan Sunyi"
tiwul + brongkos. Makanan paling enak di dunia. 
Kedungputri (https://www.instagram.com/janu_triyawan/)

Share:

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts