Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc
  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Genduren Rasulan: mengajarkan sedekah, syukur, dan pasrah pada Penguasa Alam Semesta

Tahun ini, sebagai bentuk nguri-uri budaya, Ngliparkidul kembali mengadakan kenduri rasul. Kenduri ini sebagai bentuk syukur pada Allah atas segala nikmat yang diberikan. Selain itu, kenduri juga sebagai wahana bertemunya warga dusun, sehingga dapat meningkatkan intensitas kekerabatan antar mereka.

Ketika rasul, selain memasak untuk keluarga sendiri, warga juga menyisihkan untuk keluarga dekat. Berkat, merupakan sebutan untuk sebungkus nasi yang dibentuk seperti gunung, serta sepaket lauk. Berkat ini kemudian diantarkan ke saudara, baik satu dusun maupun beda dusun. Dulu, anak-anak senang jika diminta mengantarkannya, karena ada kemungkinan mendapatkan sangu dari saudara yang dikirimi berkat. 

Berkat yang dikirim, merupakan bentuk sedekah. Sedangkan sangu (biasanya berbentuk uang) merupakan bentuk kasih sayang si penerima berkat pada anak-anak yang mengantarkan.

Sungguh, ini merupakan tradisi, kreatifitas budaya sarat makna yang sudah ada sejak jaman dahulu untuk mempererat persaudaraan dan patut dilestarikan.

nasi dan lauk disatukan
Pada kenduri ini, warga datang membawa nasi lengkap dengan uborampe kenduri. Peyek, gudangan, dan terkadang ada yang melengkapi dengan potongan ayam jawa.

Semuanya dikebruk, disatukan dalam satu wadah, untuk kemudian dilakukan prosesi doa bersama. Penyatuan dalam satu wadah ini, dapat dimaknai sebagai bentuk kesetaraan antar manusia. Semuanya sama di hadapan Tuhan Yang Maha Tunggal, yang membedakan hanya amalannya saja. Doa ala orang jawa, yang terkadang kita harus berfikir dulu untuk mengetahui maknanya. Namun, demikianlah mereka. Doa tersebut, tidak tertulis, hanya dalam hafalan, sehingga terkadang ada yang terputus atau kehilangan makna, sampai kita tahu jika bertanya pada si empunya doa.

Doa-doa tersebut merupakan wujud kearifan lokal, pemahaman sebatas kemampuan atas lingkungan sekitar, kemudian diwujudkan dalam doa atau pengharapan.

berkat
Sebelum kenduri berakhir, akan ada paket khusus untuk anak-anak yang ikut prosesi. Mereka akan mendapatkan sepaket nasi lengkap dengan lauknya yang dibungkus dauh pisang atau jati.

Malam harinya, diadakan pertunjukan wayang kulit di balai desa. Ya.. rasulan biasanya merupakan gawe satu desa. Mereka urunan, untuk nanggap wayang.

Rasulan, memiliki banyak makna. Selain sedekah pada saudara, kasih sayang pada anak-anak, syukur atas rejeki yang diterima, serta bentuk kepasrahan pada kehendak Tuhan Yang Maha Tunggal. Pemaknaan pada rasulan yang tepat, dapat mengantarkan kita pada kearifan hidup sebagaimana diajarkan oleh para nenek moyang kita. Rasulan, merupakan wujud cara nenek moyang kita mendidik, dan memposisikan diri dalam lingkungan kehidupan.





Sumber foto: Di grup FB Ngliparkidul, kiriman Sebut Saja Paijo

Share:

Menyambut hari kemerdekaan 2017 ala kampung Ngliparkidul

Agustus, merupakan bulan keramat bagi bangsa Indonesia. Ketika saya dulu di bangku SD, cukup akrab dengan “HUTRI”, yang dituliskan pada genting rumah-rumah penduduk menjelang 17 Agustus. HUTRI, saat itu saya belum tahu jika yang benar adalah HUT RI, menggunakan spasi, yang berarti Hari Ulang Tahun Republik Indonesia.
suasana lomba voli plastik
Berbagai perlombaan, dilakukan sebagai sambutan. Kemeriahan oleh berbagai lapisan masyarakat dimunculkan. Mulai dari lomba serius, sampai lomba yang dianggap konyol. 

Di kampung halaman kami, Ngliparkidul, beberapa kegiatan dilakukan. Lomba voli yang menggunakan bola plastik, dengan peserta bebas usianya. Ada yang usia SMP, bercampur dengan pemain berusia lanjut. Akhirnya, permainan yang kocak menjadi tontonan menarik, hiburan rakyat menyambut hari merdeka.
sang juara, 
Bagi anak-anak SD dan TK, disediakan lomba ringan bagi mereka. Membawa kelereng menggunakan sendok, memasukkan paku dalam botol dan lainnya, dengan hadiah buku tulis atau semacamnya, yang tentunya diharapkan memacu mereka untuk rajin belajar.
Tahun ini, selain lomba voli plastik, lomba anak-anak, juga dilakukan pawai yang diikuti dusun-dusun dalam satu kelurahan. Oleh karena itu, ada dua persiapan yang dilakukan kampung kami.
Persiapan pertama, persiapan menyajikan materi pawai sesuai bagiannya. Tahun ini, bagian Ngliparkidul adalah miniatur kenduri, dan beberapa budaya lainnya. Persiapan kedua, kegiatan perbaikan jalan, pengecatan pagar, membersihkan daun-daun yang berguguran dilakukan agar jalan kampung nyaman dilihat.
Demikianlah, semua dilakukan dengan gotong royong, bersama-sama, tanpa membedakan usia. Pengorbanan dilakukan masing-masing, sembari memaknai pengorbanan yang dulu juga dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan.

aturan lomba voli

tim yang bermain

kerja bhakti membersihkan jalan


persiapan kirab

kontingen kirab

bersiap bertanding antar dusun

Sumber foto: dari grup FB Komunitas Ngliparkidul

Share:

Masjid-masjid di Ngliparkidul

Sebagai dusun yang 99% memeluk agama Islam, tentunya Ngliparkidul juga memiliki masjid. Namun, bagaimana masjid tersebut dapat berdiri, menjadi hal tersendiri yang menarik ditelusuri. Berikut urutan pembangunan masjid/mushola di Ngliparkidul.

Mushola pertama
Musholla ini terdapat di pekarangan Bapak Redjono, atau mBah Tondo. "Musholanya masih dari gedek", demikian Pak Sangadi mengingat masa itu. Masih menurut Pak Sangadi, waktu musholla itu ada, orang yang menggunakan masih sedikit. mBah Tondo (orang tua/mertua Pak Redjono) dan mBah Amat adalah generasi awal yang menghidupkan Islam di Ngliparkidul.

Musholla ini, akhirnya dipindah di sebelah timurnya, di pekarangan Pak Mardi, seperti tampak di samping. Mushola pertama sudah tidak ada penampakannya. Mushola hasil pindahan ini, saat ini merupakan mushola tertua di Ngliparkidul. Terletak di tanah (alm) Pak Mardi, RT 1/RW2.


Masjid Nurul Iman lama
masjid lama
Masjid ini berdiri di wilayah RT2/RW2.  Saat ini, jamak disebut dengan masjid lama. Masjid ini merupakan masjid pertama yang didirikan di Ngliparkidul. Konon, kabarnya berdiri pada tahun 1980-an. Masih samar, tapi pendirian masjid ini masih melibatkan dukuh Mbah Merto dan Pak Wasiyo. Meski belum jelas, apakah posisi Mbah Merto masih dukuh, atau sudah diganti Pak Wasiyo. Masjid berdisi setelah pendirian Balai Dusun.

Masjid didirikan di atas tanah wakaf Mbak Pawiro Sentono. Didirikan dengan swadaya warga dusun. Kabarnya warga bergotongroyong rombak  kayu putih, untuk modal membeli bahan pembangunannya. Periode pertama, masjid ini beralaskan semen, kemudian diganti tegel hitam, hingga akhirnya pada pemugaran terakhir, diperbaiki dengan lantai keramik, seta perbaikan tembok plus, penghitungan ulang arah kiblatnya.

Sebagai masjid pertama, maka dahulu semua kegiatan keislaman dipusatkan pada masjid ini. Pembagian Zakat, sholat jumat, qurban, pengajian dan lainnya.

Saya masih ingat, pengajian pada jaman dahulu menggunakan penerangan lampu minyak, menggunakan papan tulis hitam dan kapur tulis putih. Pengajian remaja dilakukan pada malam Minggu. Dan jika libur, biasanya Pak Sangadi, selaku pengisi pengajian menuliskan pengumuman di papan tulis hitam tersebut.

Pengajian jaman dahulu, dilakukan dengan menghafal surat pendek, dengan target tertentu. Saya hafal surat al Balad ya dari pengajian tersebut, dari proses mendengar. Saya belum bisa baca, cuma mendengarkan saja. Selepas sholat taraweh, juga diadakan tadarus. Beberapa remaja membaca Quran. Selain itu, pujian menjelang sholat juga dilakukan di awal-awal pengelolaan masjid ini.

Mushola Kulon sawah utara
Berdiri di sebelah barat rumah Pak Sambiyo, berdiri di atas tanah Mbah Somejo  di RT.4/RW.2 Meski tidak secara langsung menggantikan, namun sebelum mushola ini didirikan, pernah diadakan sholat taraweh di rumah Bp. Podo Miyanto yang letakknya di utara musholla ini. Saat itu, rumah ditempati oleh Bp. Giran/Bu Giyati.

Mushola Kulon sawah sebelah selatan
kulon sawah selatan
Berdiri di utara jalan, di pekarangan Pak Margiyo, di wilayah RT.5/RW2. Musholla ini berdiri sebelum masjid Nurul Iman baru, dengan ukuran mungil sebagai tempat warga sekitar menunaikan sholat 5 waktu.

Masjid Nurul Iman baru
masjid baru
Masjid Nurul Iman baru, merupakan masjid terakhir yang dibangun hingga saat ini, berdiri di atas tanah wakaf Pak Wariban. Masjid ini terletak di RT3/RW2,  sebelah barat jalan utama dusun, sehingga cukup strategis. Karena strategisnya masjid, masjid pernah disambangi Bupati Gunungkidul, Ny. Badingah dalam rangka safari taraweh.
Masjid ini dibangun atas bantuan dari negara timur tengah. Pembangunannya, selain diserahkan pada pengembang, juga dibantu warga sekitarnya.

Masjid ini terletak berdekatan dengan area taman kanak-kanak yang dikelola olah Aisyiah. Sehingga, masjid bisa digunakan pula untuk praktik-praktik keagamaan bari para generasi baru di Ngliparkidul ini.

Sholat Jumat
Meskipun terdapat beberapa mushola, namun untuk pelaksanaan Sholat Jumat di tingkat dusun tetap dilaksanakan di masjid baru sebagai masjid utama. Karena banyaknya jamaah, terkadang masjid tidak sanggup menampung, sehingga jamaah sampai di halaman.


Share:

Koperasi Margodadi Ngliparkidul: bukan koperasi main-main

Sumber gambar: Infogunungkidul.
Hal yang membanggakan, koperasi yang ada di Dusun Ngliparkidul itu mendapatkan pengakuan berupa penghargaan tingkat nasional.

Dikutip dari Gunungkidul Post, Koperasi Margodadi mendapatkan penghargaan kategori Kelembagaan Ekonomi Petani.

Mudakir, ketua koperasi menyampaikan bahwa koperasi ini telah memiliki gedung sendiri, dan 75% pembangunannya adalah swadaya anggota. Koperasi telah berusia 33 tahun, 60 anggota dan omset 716 juta per bulan.

Dilansir Infogunungkidul, koperasi ini dibangun tahun 1984, dan menjadi koperasi tani ternak di tahun 2014 dengan landasan hukum Nomor 09/518/BH/XV.2/I/XI/2014. 


Badingah, selaku bupati Gunungkidul, sebagaimana diberitakan oleh GunungkidulPost, sangat mengapresiasi keberhasilan ini. Apa yang dicapai adalah bentuk kontribusi warga untuk menjadikan Gunungkidul semakin maju dalam hal tujuan wisata dan budaya. 

Pak Sugito, selaku dukuh Ngliparkidul yang juga sebagai anggota koperasi berkomentar, "Untuk (koperasi) Margodadi saya sangat senang dan mendukung untuk kemajuan kelompok, ke depannya biar bisa menyejahterakan anggota dan semua warga masyarakat umumnya.".

Warga dusun secara umum juga senang dengan keberhasilan ini. Di grup diskusi warga Ngliparkidul, beberapa warga perantauan, di antaranya Indriyanto, Supardi, Dwi Handoko, Bagus, dan juga Gunawan Peni tidak lupa memberikan jempolnya dan mengucap syukur atas keberhasilan ini. 



Referensi:
https://gunungkidulpost.com/sabet-gelarjuara-koperasi-tani-temui-bupati/
https://www.instagram.com/p/BZwFH5GA-xI/?r=wa1
https://infogunungkidul.com/detail.php?id=1760/Putus-Mata-Rantai-Blantik-Nakal,-Koperasi-Margodadi-Juara-1-Tingkat-Nasional

Share:

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts