Ketika rasul, selain memasak untuk keluarga sendiri, warga juga menyisihkan untuk keluarga dekat. Berkat, merupakan sebutan untuk sebungkus nasi yang dibentuk seperti gunung, serta sepaket lauk. Berkat ini kemudian diantarkan ke saudara, baik satu dusun maupun beda dusun. Dulu, anak-anak senang jika diminta mengantarkannya, karena ada kemungkinan mendapatkan sangu dari saudara yang dikirimi berkat.
Berkat yang dikirim, merupakan bentuk sedekah. Sedangkan sangu (biasanya berbentuk uang) merupakan bentuk kasih sayang si penerima berkat pada anak-anak yang mengantarkan.
Sungguh, ini merupakan tradisi, kreatifitas budaya sarat makna yang sudah ada sejak jaman dahulu untuk mempererat persaudaraan dan patut dilestarikan.
nasi dan lauk disatukan |
Semuanya dikebruk, disatukan dalam satu wadah, untuk kemudian dilakukan prosesi doa bersama. Penyatuan dalam satu wadah ini, dapat dimaknai sebagai bentuk kesetaraan antar manusia. Semuanya sama di hadapan Tuhan Yang Maha Tunggal, yang membedakan hanya amalannya saja. Doa ala orang jawa, yang terkadang kita harus berfikir dulu untuk mengetahui maknanya. Namun, demikianlah mereka. Doa tersebut, tidak tertulis, hanya dalam hafalan, sehingga terkadang ada yang terputus atau kehilangan makna, sampai kita tahu jika bertanya pada si empunya doa.
Doa-doa tersebut merupakan wujud kearifan lokal, pemahaman sebatas kemampuan atas lingkungan sekitar, kemudian diwujudkan dalam doa atau pengharapan.
berkat |
Malam harinya, diadakan pertunjukan wayang kulit di balai desa. Ya.. rasulan biasanya merupakan gawe satu desa. Mereka urunan, untuk nanggap wayang.
Rasulan, memiliki banyak makna. Selain sedekah pada saudara, kasih sayang pada anak-anak, syukur atas rejeki yang diterima, serta bentuk kepasrahan pada kehendak Tuhan Yang Maha Tunggal. Pemaknaan pada rasulan yang tepat, dapat mengantarkan kita pada kearifan hidup sebagaimana diajarkan oleh para nenek moyang kita. Rasulan, merupakan wujud cara nenek moyang kita mendidik, dan memposisikan diri dalam lingkungan kehidupan.