Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc

Pak Hardiyo: keterbatasan fisik, bukan halangan untuk kreatif dan maju

foto: Hardiyo
Pak Hardiyo (51), atau Pak Har sapaan akrabnya, baru saja pulang dari Jakarta, tepatnya menghadiri acara di gedung SCBD Jakarta. Pada tanggal 30 November lalu, beliau hadir di gedung tersebut bersama Puji Lestari, istrinya, untuk presentasi dalam acara "Empowered Comptetition: kompetisi pemberdayaan ekonomi pengusaha mikro penyandang disabilitas".

Pak Har merupakan salah satu warga Ngliparkidul, yang aktif di organisasi pemberdayaan penyandang disabilitas. Beliau Ketua Forum Komunikasi Dusabilitas Gunungkidul, Ketua Pusat pemberdayaan disabilitas mitra sejahtera Nglipar, Pengurus sub komite disabilitas Gunungkidul serta penasehat organisasi serupa di beberapa desa.

Pada acara tanggal 30 November itu, Pak Hardiyo datang bersama peserta lain dari 14 propinsi. Dengan semangat kuat, meski atasnama pribadi, optimisme tetap ditunjukkannya. Duduk di kursi roda, Pak Har begitu semangat menjawab pertanyaan dari dewan juri. Hadiah yang diperoleh, harapannya bisa digunakan untuk pembiayaan projek proposalnya, tentang pembuatan pakan ternak sapi tanpa hijauan.

Harapan lainnya, keikutsertaaannya diharapkan dapat memotivasi anak muda lainnya untuk aktif dan kreatif. Sejak menerima informasi kompetisi, Pak Har langsung melakukan identifikasi kebutuhan kelompok, mengumpulkan bahan dan kemudian membuat tulisan. Beliau berjuang mendapatkan kursi presentasi ke Jakarta dari total 70-an peserta kompetisi.

Perjuangan itu tidak sia-sia, juara 3 berhasil beliau peroleh. Tentunya selain predikat juara, juga memperoleh pengalaman sangat berharga, lebih dari sekedar nominal uang.

Berikut rekaman singkat proses tanya jawab beliau ketika presentasi.



###

Pak Hardiyo merupakan satu diantara sekian penyandang disabilitas. Beliau mengisahkan pengalaman hidupnya pada saya (6/1/2018) ketika saya datang ke markas organisasi Mitra Sejahtera. Markaz ini berada di dusun Ngliparkidul, pada gedung bekas SMU yang sudah tidak lagi digunakan.

Pak Hardiyo, sehari-hari menggunakan kursi roda. Kedua kakinya tak dapat lagi berfungsi secara normal. Kondisi kesehatan kakinya mulai berkurang bermula sekitar tahun 1992, dan benar-benar tidak bisa berjalan pada 1994. Tentunya keadaan tersebut, pada awalnya membuat beliau tertekan. Orang tua yang begitu mencintainya, mengusahakan pengobatan ke berbagai tempat. Namun hasilnya tidak optimal.

Pak Hardiyo mulai menerima keadaan pada fisiknya tersebut sekitar tahun 2006. "Wis ora sah adol dele dinggo ngobatke aku, sajake wes ngene iki lelakonku", demikian dia sampaikan pada orang tuanya. Kesehariannya diisi dengan kegiatan ringan khas orang desa, mulai dari potek jagung, pithil kacang, masak, nyuci, atau kegiatan lain yang bisa dilakukan dengan keterbatasan fisinya tersebut.

Orang tuanya, membantu dengan membuatkan kursi atau meja yang dilengkapi dengan roda pada kaki-kakinya. Waktu itu belum ada kursi roda. Dengan demikian, Pak Hardiyo bisa bergerak dengan leluasa. Dukungan orangtuanya sungguh luar biasa.

###

Tahun 2006, sejak keikhlasan dirinya tumbuh, sampai 2010-an dihabiskan di rumah. Perjuangan orang-tuanya, untuk bisa membuat Pak Hardiyo mandiri belum pupus. Hingga akhirnya mempertemukan dengan sebuah balai milik departemen sosial di Bantul. Di Balai ini, Pak Hardiyo mengikuti pelatihan-pelatihan keterampilan. Inilah masa awal Pak Hardiyo "keluar" dan mengenal dunia luar.

Perasaan minder, khawatir menyelimuti masa-masa awal ini, "Jangan-jangan nanti saya dicibir, disepelekke", demikian ceritanya. Pak Hardiyo memilih belajar elektro, namun karena fisiknya akan kesulitan jika ngangkat barang elektronik, kemudian belajar membuat pola dan menjahit.

Kegigihannya, mengantarkan dia berusaha pula membangun perpustakaan kecil di rumahnya. Kemudian kepercayaan dirinya yang mulai tumbuh, mengantarkan dia memperjuangkan penyandang disabilitas, khususnya di desanya, hingga akhirnya aktif dan menjadi pengurus beberapa organisasi.

"Saya ndak ingin teman-teman disabilitas mengalami seperti yang saya alami dulu. Maka jika ada yang membutuhkan kursi roda, jika ada maka langsung saya antar", demikian dia melanjutkan ceritanya setelah beberapa waktu lalu mengantar kursi roda di kawasan Gunung Kotak. Gunung Kotak berada di pegunungan perbatasan Gunungkidul dan Wonogiri. Medannya yang sulit dijangkau bukan halangan untuk beliau.

###

Aktifitas di organisasi mengantarkan beliau belajar dunia disabilitas ke Australia,  tepatnya di Sidney selama dua minggu bersama 20 orang lainnya  dari Indonesia. Di Sidney berbagai pengetahuan tentang disabilitas beliau peroleh. "Di Sidney saya berani keluar rumah sendiri, Mas. Jalan, angkutan, kantor, gedung mendukung disabilitas", demikian potongan ceritanya ketika di Sidney.

Bagi beliau, di Gunungkidul pun telah ada perubahan, meski jika banding Sidney memang masih jauh. Kondisi alam, anggaran dan lainnya memang berpengaruh. Apalagi kondisi sosial masyarakat. Gedung perkantoran di Pemerintah Daerah telah ada perubahan, baik letak kantor maupun tersedianya semacam lift (mirip lift) bagi penyandang disabilitas. Tentunya hal tersebut harus selalu ditingkatkan. Tidak kalah penting yaitu kondisi atau lingkungan masyarakat yang harus tanggap bahwa penyandang disabilitas juga berhak memperoleh perhatian yang sama dengan yang normal, serta berhak meningkatkan kemampuan dirinya sebagai manusia.

###

Kini, di gedung bekas SMU itu hari-harinya diabdikan untuk kemanusiaan, untuk rekan-rekan sesama  penyandang disabilitas melalui Mitra Sejahtera. Sesuai namanya, Mitra Sejahtera merupakan teman, mitra untuk bersama-sama meraih sejahtera.

Pak Hardiyo memberi contoh pada generasi muda, bahwa keterbatasan bukan halangan. Serta mengajarkan bahwa sesuatu yang dianggap terbatas bagi orang lain, tidak harus selamanya disesali. Cukupkah disadari, kemudian bangkit, menunjukkan bahwa Tuhan memberi "hadiah" pasti karena Dia mengganggap si penerima pantas dan istimewa. Mencari apa yang istimewa, adalah tugas berikutnya, yang harus didukung oleh dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya.

Jika empati, dan saling pengertian tersebut terbentuk, maka kehidupan manusia, apapun keadaannya akan ditaburi dengan kerukunan dan kedamaian.


Diedit ulang, 7 Januari 2018
Sambisari, Kalasan, Sleman, Yogyakarta







Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts