Eee bo senenge..
Konco tani, yen nyawang tandurane…
Demikian penggalan kalimat langgam Konco Tani yang sangat populer.
Menggambarkan betapa senangnya para petani melihat tanaman di sawah ladang
sudah menguning tanda siap dipanen. Petani merupakan soko guru untuk negaranya.
Dia menopang kebutuhan makan yang menjadi hajat hidup semua orang. Dia akan
disebut, dan menjadi lantaran hidup banyak orang. Doa-doa dipanjatkan menjelang
makan, atas rejeki yang timbul dari keringat petani.
Demikian juga para petani di Ngliparkidul. Saat ini sudah
musim panen, mbabat pari. Semua petani guyub rukun bebarengan ke sawah ladang. Menuju sawah ladang masing-masing, membawa bekal seperlunya untuk
sekedar mengisi perut di siang hari. Tremos air panas, teh tjap padi, gula
pasir atau kadang bongkahan gula jawa, beberapa macam jajan pasar. Atau jika tidak
sempat ke pasar, ada gethuk atau puli buatan sendiri.
Serta tentu saja sebilah sabit yang sudah diasah tajam untuk
mbabat pari, beberapa utas tali dari iratan bambu.
Terkadang mereka ke sawah ladang secara bersama dalam kelompok
secara bergantian. Organisasi kelompok tani menjadi wadah para petani saling
membantu secara bergiliran.
Hari ini di sawah kang Suto, besok Kang Noyo. Lusa ke Mbok
Ginuk dan seterusnya. Rasa gotong royong, dan seprofesi lah yang mendorong
mereka melakukan itu. Mereka, adalah penerus profesi tani, profesi tua di jagad
ini.
Sesampainya di tujuan, semua mencari posisinya masing-masing.
Sabit mulai diayunkan, memotong batang padi. Sambil memotong, mereka ngobrol
berbagai macam cerita. Tentang apapun. Mulai dari yang serius sampai guyonan garing,
namun tetap membuat tertawa. Obrolan politik pun dibawa dengan suasana goyon
khas desa.
“Siapapun yang jadi, kita tetap kudu mbabat pari, Kang,”
seloroh Suto.
“Yo, jelas. Nek wis dadi opo njuk gelem melu mbabat pari.
Paling ya mung mangan parine,” Noyo menimpali.
Udara pagi yang segar, suara burung yang mencicit dan
berterbangan menjadi saksi guyub rukun mereka. Tak perlu lama, dengan sekian
banyak tenaga, cepat selesai pula proses mbabat pari itu.
Batang padi yang bertumpuk itu kemudian dibongkok, dibawa
pulang menggunakan truk bak terbuka. Konco tani ada yang pulang menumpang truk,
ada yang naik motor, ada pula yang konsisten berjalan kaki. Memang ada rasa Lelah,
pasti ada.
Namun, sesampainya di rumah, rasa Lelah itu terbayarkan
dengan bertemu keluarga, wedangan bersama. Atau bertemu hewan peliharaan yang
menunggu jatah makan sore dari sawah ladang. Para petani ini terkadang nempil
batang padi atau dedaunan di sekitar ladang untuk pakan sapi.
Suara sapi, wedhus, dan senyum petani itu membangkitkan semangat.
Mereka begitu tegar dan mantap menatap esok hari, lewat harapan yang tersimpan
pada setiap buliran padi, tangkai ketela, atau tersimpan pada setiap suara sapi
dan wedhus di sore hari.
Parine lemu-lemu
polowijo lan uga sak wernane
katon subur, kabeh tuwuh
kang sarwo kinandur
Panyuwunku tinebehno saking sambikolo
sih ing gusti mugi-mugi lestari widodo
sayuk rukun rame-rame
gotong-royong kang dadi semboyane
konco tani saka guru tumerap negarane