Blog ini, didedikasikan untuk merawat sejarah Ngliparkidul, namun dengan tetap memandang ke depan. Agar generasi Ngliparkidul memiliki masa depan yang lebih cerah dan terarah, namun tak tercerabut dari sejarah yang telah membentuknya.

ccc
  • This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by NewBloggerThemes.com.

Takbir keliling Dusun Ngliparkidul 1440 H/1952 Be

Persiapan pembuatan maskot Takbir

Remaja Masjid yang sholeh dan sholehah

rombongan tampak depan, 


Pak Dukuh, dan Kang Pandi (sesepuh remaja masjid)

Anak-anak TPA + remaja

Pak Wasiran, sesepuh yang setia mendampingi

Mereka bergembira

Ini karya mereka

Diangkat bersama, nicaya akan ringan

"Kami Ngliparkidul"

Yang dari ibukota pun rela pulang pegang oncor

Ketua Remaja Masjid mengkondisikan rombongan

Kami, kita. Bukan aku atau saya.
Foto:
Dinmaz Peghoek
Share:

Ngunduh tawon: lawuh wus cumepak ana sadhengah papan

Ana akeh jenis tawon. Tawon ndoan, tawon ndas, utawa tawon sik omahe cilik-cilik nggandul ana blandar lan usuk omah.

Tawon, kanggone warga Ngliparkidul, wus dadi kanca saben dinane. Kanca turu, merga kading kala turune sanding susuh tawon, uga srana nggo ngancani sega putih utawa thiwul. Alias nggo lawuh.

Buktine gambar ngisor iki. Para kanca lagi wae ngunduh tawon, trus dipilihi bareng-bareng. Anakan sih isih enom, dijupuk'i, trus dimasak.

Masak'e gampang. Paling gampang dilinting, alias dibungkus godhong gedhang dibumboni uyah. Trus ditlesepke ana pinggir pawon, utawa sak jeroning awu panas. Tunggu sedilit, mesti mateng.


Ana uga sik digoreng. Gumantung saka kasenengane dhewe-dhewe.

tawon dipisahke saka susuhe


siap dimasak
Piye, lur? nyenengke tha urip nang ndesa? Pancen. Pengen apa-apa, gari nyedhak neng ngalas, kebonan. Saka uler, tawon, lan akeh kewan kang isa dinggo lawuh wus cumepak.



Share:

Kursi roda untuk Mbah Tuginah


Mbah Tuginah tentu tersenyum bahagia. Demikian pula anak dan keluarganya. Kini, sebuah kursi roda bisa dia manfaatkan untuk aktivitasnya sehari-hari. Di atas kursi roda, keluarganya bisa lebih leluasa untuk mengantarnya ke luar rumah, memandang kiri kanan rumah, atau berpindah ke tetangga kiri kanan.

Mbah Tuginah tinggal di RT 6 RW 4 Ngliparkidul, tepatnya di kampung Cerbon. Keadaan Mbah Tuginah yang lumpuh ditemukan oleh  karang taruna Bagus Panuntun ketika berkeliling mengantar bantuan beras ke warga yang membutuhkan. 

Rejeki tak dapat ditolak, setelah mengantar beras, ada informasi pinjaman kursi roda gratis bagi yang membutuhkan. Informasi ini diperoleh dari pegiat Info Cegatan Jogja yang saat itu membagikan sandal untuk masjid di Nglipar Kidul.

Farhan, ketua Karang Taruna menyambut baik tawaran kursi roda. Sebelum memutuskan menerima, Farhan bertanya dahulu pada keluarga Mbah Tuginah. “Keluarga mbah Tuginah menerima dengan sangat senang,” kata Farhan.

Pinjaman ini berlaku selamanya. Jika sudah sembuh, maka harus dikembalikan untuk dipakai warga lain yang membutuhkan. 




Share:

Karang Taruna Bagus Panuntun: menebar virus kebaikan

".....berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” (Soekarno)


Satu per satu pemuda dan pemudi itu memasuki balai dusun. Berjalan beriringan, dengan penampilan yang beragam. Ada yang memakai baju berkerah, atau kaos dipadu celana dan sandal jepit. Ada yang memakai jaket untuk melawan dinginnya malam. Gelak tawa, dan candaan tidak ketinggalan selalu mengikuti.

Setiap orang terlihat menenteng plastik. Mereka langsung menuju meja bendahara untuk laporan dan menyerahkan iuran rutin. Malam itu, malam minggu akhir bulan. Seperti adat kebiasaan yang sudah disepakati, dilangsungkan acara rapat rutin Karang Taruna (KT) Bagus Panuntun dusun Ngliparkidul.

Seperti umumnya karang taruna, ada kegiatan arisan sebagai alat mengikat para anggotanya. Namun, ada yang beda dengan Bagus Panuntun. Plastik yang ditenteng tadi ternyata berisi beras.

Bukan! Ini bukan zakat fitrah, karena toh lebaran masih hitungan bulan lagi.

***

Sudah beberapa bulan disepakati adanya kegiatan sedekah beras oleh para pemuda. “Karang Taruna bersedekah beras”, demikian tema yang diusung, terang Farhan, sang ketua. Kenapa dipilih beras? Bukan uang, misalnya. “Karena beras lebih berharga, mas,” ungkapnya. Ungkapan alasan yang apa adanya.

Beras memang menjadi bahan kebutuhan pokok. Dia bagian dari 9 bahan pokok, yang sehari-hari harus dipenuhi sebagaimana umumnya orang, untuk kebutuhan makan untuk semua orang. Mampu maupun tidak mampu. Demikian pula program Bagus Panuntun ini. “Sasarannya bagi warga yang benar-benar kurang mampu,” lanjut Farhan.

Beras terkumpul

Apa yang dilakukan pemuda dalam bingkai organisasi Karang Taruna Bagus Panuntun ini, sudah selayaknya diapresiasi. Pemuda, merupakan proses tumbuh yang ada pada puncak produktifitasnya. Sebelum nanti tua, dan tiada.

Maka, ketika menjadi pemuda itulah, kita harus mengoptimalkan potensi untuk ikut melakukan perbaikan atau memberikan solusi atas permasalahan di sekitar. Karang Taruna Bagus Panuntun mampu melakukan analisis sosial di sekitarnya. Melihat bahwa masih ada orang yang tidak seberuntung dirinya, dan perlu uluran tangan berwujud empati dan bantuan. Para pemuda inipun kemudian ikut berperan.

Peran yang seperti inilah, yang akhirnya mampu menegaskan dan meneguhkan citra positif pemuda, serta menghilangkan citra negatif yang mungkin masih ada.

Menyerahkan bantuan

“Alhamdulillah tiap akhr pekan beras makin banyak, mas,” ujar Farhan. Agaknya, sambutan positif pun mulai mengalir. Tentu saja, semangat kebaikan ini semoga juga merembet kepada organisasi karang taruna lainnya.

Selain itu, semoga juga semakin banyak lagi ide-ide kreatif dan solutif dari pemuda, dimulai untuk lingkungan kecil di sekitarnya. Jika semua karang taruna menebarkan virus kebaikan, niscaya Indonesia juga akan menuai hasilnya.


Anggota KT BP

***

Bonus demografi Indonesia, kuncinya ada pada para pemuda. Jika pemuda mampu memainkan perannya, maka bonus demografi akan bermanfaat. Namun jika pemuda tidak memainkan perannya, maka bonus demografi hanya akan menjadi boomerang saja.


Share:

Panen pari, Lur…

Eee bo senenge..
Konco tani, yen nyawang tandurane…
Demikian penggalan kalimat langgam Konco Tani yang sangat populer. Menggambarkan betapa senangnya para petani melihat tanaman di sawah ladang sudah menguning tanda siap dipanen. Petani merupakan soko guru untuk negaranya. Dia menopang kebutuhan makan yang menjadi hajat hidup semua orang. Dia akan disebut, dan menjadi lantaran hidup banyak orang. Doa-doa dipanjatkan menjelang makan, atas rejeki yang timbul dari keringat petani.

Demikian juga para petani di Ngliparkidul. Saat ini sudah musim panen, mbabat pari. Semua petani guyub rukun bebarengan ke sawah ladang. Menuju sawah ladang masing-masing, membawa bekal seperlunya untuk sekedar mengisi perut di siang hari. Tremos air panas, teh tjap padi, gula pasir atau kadang bongkahan gula jawa, beberapa macam jajan pasar. Atau jika tidak sempat ke pasar, ada gethuk atau puli buatan sendiri.

Serta tentu saja sebilah sabit yang sudah diasah tajam untuk mbabat pari, beberapa utas tali dari iratan bambu.

Terkadang mereka ke sawah ladang secara bersama dalam kelompok secara bergantian. Organisasi kelompok tani menjadi wadah para petani saling membantu secara bergiliran.
Hari ini di sawah kang Suto, besok Kang Noyo. Lusa ke Mbok Ginuk dan seterusnya. Rasa gotong royong, dan seprofesi lah yang mendorong mereka melakukan itu. Mereka, adalah penerus profesi tani, profesi tua di jagad ini.

***


Sesampainya di tujuan, semua mencari posisinya masing-masing. Sabit mulai diayunkan, memotong batang padi. Sambil memotong, mereka ngobrol berbagai macam cerita. Tentang apapun. Mulai dari yang serius sampai guyonan garing, namun tetap membuat tertawa. Obrolan politik pun dibawa dengan suasana goyon khas desa.


“Siapapun yang jadi, kita tetap kudu mbabat pari, Kang,” seloroh Suto.
“Yo, jelas. Nek wis dadi opo njuk gelem melu mbabat pari. Paling ya mung mangan parine,” Noyo menimpali.

Udara pagi yang segar, suara burung yang mencicit dan berterbangan menjadi saksi guyub rukun mereka. Tak perlu lama, dengan sekian banyak tenaga, cepat selesai pula proses mbabat pari itu.

Batang padi yang bertumpuk itu kemudian dibongkok, dibawa pulang menggunakan truk bak terbuka. Konco tani ada yang pulang menumpang truk, ada yang naik motor, ada pula yang konsisten berjalan kaki. Memang ada rasa Lelah, pasti ada.


Namun, sesampainya di rumah, rasa Lelah itu terbayarkan dengan bertemu keluarga, wedangan bersama. Atau bertemu hewan peliharaan yang menunggu jatah makan sore dari sawah ladang. Para petani ini terkadang nempil batang padi atau dedaunan di sekitar ladang untuk pakan sapi.


Suara sapi, wedhus, dan senyum petani itu membangkitkan semangat. Mereka begitu tegar dan mantap menatap esok hari, lewat harapan yang tersimpan pada setiap buliran padi, tangkai ketela, atau tersimpan pada setiap suara sapi dan wedhus di sore hari. 

Parine lemu-lemu
polowijo lan uga sak wernane
katon subur, kabeh tuwuh
kang sarwo kinandur

Panyuwunku tinebehno saking sambikolo
sih ing gusti mugi-mugi lestari widodo

sayuk rukun rame-rame
gotong-royong kang dadi semboyane

konco tani saka guru tumerap negarane

Share:

Karang taruna wadah berorganisasi, dan mengembangkan diri.

Karang taruna merupakan nama organisasi desa/dusun yang mewadahi para pemuda. Di organisasi ini pemuda menempa kemampuan organisasinya dengan mengadakan kegiatan, atau mengelola sumberdaya. Interaksi antar anggota membuat Karang taruna semakin dinamis. Terkadang ada sinergi, terkadang ada konflik yang harus diselesaikan.

Karang taruna, bisa digunakan untuk bersama-sama melihat realitas sekitar, kemudian bersama pula menyiapkan kualitas diri untuk menyikapi. 

Demikian pula di Ngliparkidul. Bagus Panuntun (BP), itulah nama beken karang taruna di dusun ini. Penulis belum tahu sejak kapan KT di dusun ini berdiri. Tentunya perlu dilakukan telisik data untuk bisa menjaga riwayat keorganisasiannya.

***
Tanggal 26 Januari lalu, KT BP mengadakan kegiatan pertemuan rutin bulanan. Kegiatan ini dilakukan malam minggu pada pekan ke empat. Acaranya arisan + anggota diminta membawa beras seikhlasnya. Beras yang terkumpul dibagikan pada warga yang membutuhkan.  Hal ini merupakan kegiatan positif yang usahanya perlu dihargai, di kawal agar selalu sesuai dengan tujuan.


Pada malam itu, selain kegiatan rutin, terdapat diskusi tematik dengan tema “Mengenal gerakan dakwah dalam Islam”, dengan pemantik Ust. Ikhsan Pujianto, S.Sos. dari Jogjakarta serta moderator Purwoko.

Ust. Ikhsan  menyampaikan bahwa ada banyak gerakan dakwah dalam Islam. Malam itu dibahas 4: Muhammadiyah, NU, Jamaah Tabligh, dan Salafy. Muara 4 gerakan/organisasi ini sama: mendakwahkan Islam. Namun latar belakangnya menjadikan caranya berbeda.


Sebagai generasi muda, anggota KT BP harus memahami 4  gerakan ini, agar jika bertemu salah satu diantaranya bisa bersikap dengan tepat dan tidak kontra produktif. Apa perbedaan yang harus diketahui, dan bagaimana menyikapi perbedaan itu. Kemudian tidak secara serampangan menyalahkan satu dan lainnya. Selalu ada nilai positif yang bisa diambil dari semua gerakan dakwah Islam tersebut.

“Kebahagiaan itu rasakan, sedangkan kebenaran itu dicari,” demikian salah satu yang digaris bawahi  pada pertemuan itu. Gerakan dakwah Islam merupakan cara masing-masing orang mencari kebenaran, karena memang demikianlah proses manusia hidup.

Farhan, ketua KT BP berharap para senior tidak segan menegur jika pemuda atau karang taruna melakukan keleliruan. "Nek kulo kleru langsung mawon jenengan koreksi kulo. Biar bisa mengarahkan kita menjad orang yang lebih baik," tegasnya.
Share:

Uler jedung: enaknya melebihi hamburger

ulet jedung dan kepompongnya
Gunungkidul memang terkenal dengan ulernya. Uler, ulat. Bukan ular. Macam-macam uler yang muncul berdasar musim, menjadi lauk gurih nan ngangeni

Setelah sebelumnya uler jati, kini, sekarang saat artikel ini ditulis, sedang in alias ngehit uler jedung. Uler jenis ini hidup di daun mahoni. Warnanya hijau, sama seperti warna daun mahoni. Bentuknya besar, sebesar ibu jari orang dewasa. Memiliki semacam antena di sekujur tubuhnya. Jika di pegang, empuk ginuk-ginukTerbayang, di dalamnya ndaging dan bergizi kaya protein.  #ger

Ketika kecil, Saya hobi ngingu (menernak) uler ini. Caranya sederhana. Cukup dengan perjanjian dengan teman-teman ketika menemukan uler jedung, tidak tertulis. "Ini nggonaku", selesai. Setelah itu, dibiarkan saja sampai ngungkrung.

Mencari uler  bisa berkeliling kampung seharian. Kepala mendongak ke atas, mata mendelik ke daun mahoni. Karena warna uler dan daunnya sama, butuh pandangan mata kualitas prima. Kami harus bersyukur, karena inilah, mata kami terlatih. 

Kepompong yang masih ada dalam rumahnya
Kalau misal menemukannya jauh dari rumah, makan uler ini diboyong pulang. Di tempatkan di pohon mahoni dekat rumah. Tentu saja agar mudah pengawasannya. Kalau ditemukan sudah sudah tua, muara akhirnya ke wajan. Digoreng. Ya, digoreng untuk lauk. Atau dengan bersabar sedikit bisa dapat ungkrungnya. Ungkrung lebih lezat dari yang masih berbentuk uler. Ungkrung uler jedung bersembunyi dalam bungkusan yang dibuat dengan air liurnya. Rumah ini sangat kuat. Tidak bisa begitu saja disobek. Si kepompong akan tidur di dalamnya. (Purwoko)


menyusuri sawah

Perjuangan mencari uler jedung



dipilihi


rumah yang sudah robek


ke wajan juga akhirnya

Sumber foto: WAG Ngliparkidul dan Dinmas Peghoek
Share:

Trending

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Recent Posts